Upaya MUI untuk lebih serius membenahi akhlak bangsa terus dilakukan, bukan hanya bersifat moral tapi juga tindakan nyata. Salah satu yang menjadi perhatian MUI di Jatim adalah pembenahan moral bagi wanita yang terjun di dunia malam.
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim meminta kepada media massa agar tidak lagi menyebut pekerja seks komersial (PSK) bagi perempuan yang menjajakan diri di lokalisasi. MUI Jatim lebih setuju dengan sebutan wanita tuna susila
Salah satu gambaran lokalisasi di kota Surabaya (Dolly)
Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori kepada media beberapa waktu lalu menegaskan, mereka yang menjadi WTS bukanlah sebagai pekerjaan atau menjadi pekerja. Jika disebut PSK, bisa dianggap adanya pelegalan pekerjaan dan dihalalkan, padahal itu dosa dan harus dientaskan.
“Prostitusi tidak dibenarkan dari semua sudut pandang, baik agama atau sosial. Kami saat ini gencar mengentas WTS di 6 titik lokalisasi Surabaya, Bangunsari, Dolly, Jarak, Klakahrejo, Moroseneng Sememi dan Kremil Tambak Asri. Pengentasan itu berbasis ekonomi sosio kultural dan religiusitas,” katanya.
Beberapa bulan lalu di salah satu lokalisasi di Surabaya sudah pernah diselenggarakan upacara pelepasan sekitar 30 WTS di lokalisasi Bangunsari yang berhasil diinsafkan atau disadarkan. Mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing dengan diberikan uang saku Rp 3,5 juta-5 juta per orang dari Pemprov Jatim untuk menjadi modal usaha.
“Selama Ramadhan tahun ini saja, MUI sudah menginventarisasi data WTS yang ada di Surabaya. Secara bertahap, kami juga membina dan membentuk Ikatan Dai Lokalisasi,” tuturnya. Dia menambahkan, MUI juga akan melakukan Halaqoh ‘Menata Kota Bebas Asusila’ yang melibatkan seluruh komponen MUI cabang di Jatim.
“Untuk itu, MUI Jatim menggandeng media untuk bersama-sama mendukung gerakan membangun akhlaq bangsa. Bahkan untuk lebih kongkretnya telah dilaunching Pokja Pers di kantor MUI Jatim sebagai wadah praktisi media dengan MUI sebagai mitra,” pungkasnya. (WTS).
Salah satu gambaran lokalisasi di kota Surabaya (Dolly)
Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori kepada media beberapa waktu lalu menegaskan, mereka yang menjadi WTS bukanlah sebagai pekerjaan atau menjadi pekerja. Jika disebut PSK, bisa dianggap adanya pelegalan pekerjaan dan dihalalkan, padahal itu dosa dan harus dientaskan.
“Prostitusi tidak dibenarkan dari semua sudut pandang, baik agama atau sosial. Kami saat ini gencar mengentas WTS di 6 titik lokalisasi Surabaya, Bangunsari, Dolly, Jarak, Klakahrejo, Moroseneng Sememi dan Kremil Tambak Asri. Pengentasan itu berbasis ekonomi sosio kultural dan religiusitas,” katanya.
Beberapa bulan lalu di salah satu lokalisasi di Surabaya sudah pernah diselenggarakan upacara pelepasan sekitar 30 WTS di lokalisasi Bangunsari yang berhasil diinsafkan atau disadarkan. Mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing dengan diberikan uang saku Rp 3,5 juta-5 juta per orang dari Pemprov Jatim untuk menjadi modal usaha.
“Selama Ramadhan tahun ini saja, MUI sudah menginventarisasi data WTS yang ada di Surabaya. Secara bertahap, kami juga membina dan membentuk Ikatan Dai Lokalisasi,” tuturnya. Dia menambahkan, MUI juga akan melakukan Halaqoh ‘Menata Kota Bebas Asusila’ yang melibatkan seluruh komponen MUI cabang di Jatim.
“Untuk itu, MUI Jatim menggandeng media untuk bersama-sama mendukung gerakan membangun akhlaq bangsa. Bahkan untuk lebih kongkretnya telah dilaunching Pokja Pers di kantor MUI Jatim sebagai wadah praktisi media dengan MUI sebagai mitra,” pungkasnya. (WTS).
Post a Comment