Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau pengusaha farmasi untuk mencantumkan sertifikat halal di label obat yang diproduksi. Hingga kini, MUI belum menemukan obat yang resmi bersertifikasi halal. Termasuk vaksin meningitis yang disuntikkan kepada jamaah haji yang hendak berangkat ke Tanah Suci.
Ketua MUI Amidhan mengungkapkan, selama ini belum ada inisiatif dari pengusaha farmasi untuk mengurus sertifikasi halal. ”Memang beragam obat sudah beredar, tapi kepastian halal atau tidak untuk dikonsumsi belum ada,” katanya.
Amidhan meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantu menggalakkan sertifikasi halal atas obat-obatan di Indonesia. Menurut dia, masyarakat awam tak akan mengetahui proses pembuatan dan komposisi obat bila perusahaan farmasi tidak mencantumkannya. ”Akhirnya, kita pun mengonsumsi obat yang mengandung unsur penyebab haram,” tuturnya.
Pihaknya membuka kesempatan kepada perusahaan farmasi maupun pemerintah yang memproduksi obat dengan sertifikasi halal. ”Bukan saja makanan atau jamu yang membutuhkan sertifikasi halal, obat pun perlu,” tambahnya.
Begitu pula halnya dengan vaksin meningitis. Menurut Amidhan, fatwa terhadap vaksin tersebut belum bisa diubah. Untuk sementara, meningitis masih dianggap halal bila terpaksa digunakan untuk pengobatan. ”Sebenarnya ada bahan pengganti yang bisa diolah. Kami sedang mencari tahu,” ujarnya.
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LP POM) MUI juga mendesak agar setiap obat yang beredar disertifikasi terlebih dahulu. Ketua LP POM MUI Lukmanul Hakim menegaskan, Kemenkes wajib menilik kembali undang-undang perlindungan konsumen. ”Pemerintah kan wajib melindungi hak konsumen terhadap obat-obatan yang dikonsumsi,” tegasnya.
Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (Binfar dan Alkes) Sri Indrawaty menambahkan, Kemenkes mulai menyosialisasikan sertifikasi kepada perusahaan farmasi. ”Kami berharap mereka merespons postif dan tergerak untuk mendaftarkan sertifikasi halal kepada MUI,” harapnya.
Post a Comment