Tingkat kekerasan ereksi atau Erection Hardness Score pria bisa menjadi indikator gangguan kesehatan yang memengaruhi kebahagiaan rumah tangga. Ini terungkap dari hasil survei Ideal Sex In Asia 2011 yang dilakukan PT Pfizer Indonesia.
Dari survei terungkap bahwa kekerasan ereksi yang tidak optimal bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan kardiovaskular dan penyakit kronis lain seperti diabetes, penyakit hati, obesitas, darah tinggi dan stroke.
Sebanyak 62 persen pria yang terlibat dalam survei, dengan tingkat kekerasan ereksi di grade 3 (EHS 3), lebih sering mengunjungi dokter diabandingkan dengan mereka yang memiliki kekerasan ereksi di grade 4 (EHS 4). EHS 3 dianalogikan keras seperti sosis, sedangkan EHS 4 dianalogikan seperti mentimun.
Menurut Dr Heru H, M Repro, SpAnd dari Asosiasi Seksologi Indonesia, ketika seorang pria tidak bisa mencapai tingkat kekerasan optimal (EHS 4), sel-sel pembuluh darah yang ada dalam organ intim tidak sepenuhnya terisi darah. Ini yang kemudian dihubungkan dengan diabetes, obesitas, dan kelainan pembuluh darah. Tingkat kekerasan ereksi sering pula dihubungkan dengan masalah psikologis dan konsekuensi penuaan.
“Pria EHS 3 lebih cenderung sakit-sakitan. Sebenarnya, kekerasan ereksi adalah tanda peringatan adanya masalah kesehatan yang bila dibiarkan tanpa perawatan medis, dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari,” katanya saat ditemui di acara Peluncuran Survei Baru, Ideal Sex In Asia, di Plaza Semanggi.
Survei tersebut melibatkan 1.685 pria dan 1.624 wanita di 10 negara Asia, yang aktif melakukan hubungan seksual. Sebanyak 220 pria dan 200 wanita di antaranya adalah warga Indonesia.
Berdasar survei itu, pria dengan EHS 3 memiliki kecenderungan menjalani rawat inap sebanyak 3 kali lebih sering dibanding dengan pria yang memiliki kekerasan ereksi optimal. Pria dengan EHS 3 disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mengidentifikasi penyebabnya dan melakukan terapi farmakologis.
“Terapi ini sudah teruji secara klinis dapat mengoptimalkan fungsi seksual pria dan membantu pasutri mencapai pengalaman seksual ideal,” kata Dr Heru.
Selain menjadi indikator kesehatan pria, tingkat kekerasan ereksi juga dikaitkan dengan kebahagiaan hidup pria. Hasil survei menyebutkan bahwa pria yang memiliki tingkat kekerasan EHS 4 merasa dua kali lebih puas dengan hubungan rumah tangganya dibanding pria dengan EHS 3.
Pria dengan EHS 4 juga cenderung mengatakan 'yakin' atau 'sangat yakin' melakukan hubungan seksual daripada pria dengan EHS 3: 50% vs 27 %.
Wanita dengan pasangan EHS 4 pun merasa sangat puas dengan tingkat hasrat seksual, kinerja seksual pasangan mereka, serta memili kepercayaan diri atas perilaku seksual mereka sendiri dibanding dengan wanita dengan pasangan EHS 3.
Namun yang menjadi masalah, pria dan wanita, terutama di Indonesia merasa kurang nyaman mendiskusikan fungsi ereksi dengan dokter mereka. Hampir setengah responden bahkan mengaku tidak nyaman dengan masalah percakapan tersebut.
Sebanyak 45 persen pria dan 47 persen wanita mengaku bahwa mereka merasa tidak nyaman atau sangat tidak nyaman untuk mendiskusikan funfsi ereksi dengan dokter. “Tidak perlu malu jika suami mengalami masalah ini, yang penting segera cari solusi yang benar untuk mengatasi masalah ini,” kata Dr Heru.
Dari survei terungkap bahwa kekerasan ereksi yang tidak optimal bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan kardiovaskular dan penyakit kronis lain seperti diabetes, penyakit hati, obesitas, darah tinggi dan stroke.
Sebanyak 62 persen pria yang terlibat dalam survei, dengan tingkat kekerasan ereksi di grade 3 (EHS 3), lebih sering mengunjungi dokter diabandingkan dengan mereka yang memiliki kekerasan ereksi di grade 4 (EHS 4). EHS 3 dianalogikan keras seperti sosis, sedangkan EHS 4 dianalogikan seperti mentimun.
Menurut Dr Heru H, M Repro, SpAnd dari Asosiasi Seksologi Indonesia, ketika seorang pria tidak bisa mencapai tingkat kekerasan optimal (EHS 4), sel-sel pembuluh darah yang ada dalam organ intim tidak sepenuhnya terisi darah. Ini yang kemudian dihubungkan dengan diabetes, obesitas, dan kelainan pembuluh darah. Tingkat kekerasan ereksi sering pula dihubungkan dengan masalah psikologis dan konsekuensi penuaan.
“Pria EHS 3 lebih cenderung sakit-sakitan. Sebenarnya, kekerasan ereksi adalah tanda peringatan adanya masalah kesehatan yang bila dibiarkan tanpa perawatan medis, dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari,” katanya saat ditemui di acara Peluncuran Survei Baru, Ideal Sex In Asia, di Plaza Semanggi.
Survei tersebut melibatkan 1.685 pria dan 1.624 wanita di 10 negara Asia, yang aktif melakukan hubungan seksual. Sebanyak 220 pria dan 200 wanita di antaranya adalah warga Indonesia.
Berdasar survei itu, pria dengan EHS 3 memiliki kecenderungan menjalani rawat inap sebanyak 3 kali lebih sering dibanding dengan pria yang memiliki kekerasan ereksi optimal. Pria dengan EHS 3 disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mengidentifikasi penyebabnya dan melakukan terapi farmakologis.
“Terapi ini sudah teruji secara klinis dapat mengoptimalkan fungsi seksual pria dan membantu pasutri mencapai pengalaman seksual ideal,” kata Dr Heru.
Selain menjadi indikator kesehatan pria, tingkat kekerasan ereksi juga dikaitkan dengan kebahagiaan hidup pria. Hasil survei menyebutkan bahwa pria yang memiliki tingkat kekerasan EHS 4 merasa dua kali lebih puas dengan hubungan rumah tangganya dibanding pria dengan EHS 3.
Pria dengan EHS 4 juga cenderung mengatakan 'yakin' atau 'sangat yakin' melakukan hubungan seksual daripada pria dengan EHS 3: 50% vs 27 %.
Wanita dengan pasangan EHS 4 pun merasa sangat puas dengan tingkat hasrat seksual, kinerja seksual pasangan mereka, serta memili kepercayaan diri atas perilaku seksual mereka sendiri dibanding dengan wanita dengan pasangan EHS 3.
Namun yang menjadi masalah, pria dan wanita, terutama di Indonesia merasa kurang nyaman mendiskusikan fungsi ereksi dengan dokter mereka. Hampir setengah responden bahkan mengaku tidak nyaman dengan masalah percakapan tersebut.
Sebanyak 45 persen pria dan 47 persen wanita mengaku bahwa mereka merasa tidak nyaman atau sangat tidak nyaman untuk mendiskusikan funfsi ereksi dengan dokter. “Tidak perlu malu jika suami mengalami masalah ini, yang penting segera cari solusi yang benar untuk mengatasi masalah ini,” kata Dr Heru.
Post a Comment