Peran pria dalam program Keluarga Berencana (KB) masih sangat minim. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), peran pria hanya 1,5 persen.
Selain penggunaan kondom, pria bisa menggunakan kontrasepsi permanen dengan vasektomi atau pemotongan saluran sperma.
Banyak pria lebih memilih kondom, karena menganggap vasektomi sebagai hal menakutkan yang merampas hak asasi. Apalagi, rumor yang berkembang menyebut bahwa vasektomi lebih berisiko memicu perkembangan kanker prostat.
Benarkah vasektomi picu kanker prostat? "Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai itu, karena tanpa divasektomi pun, pria yang aktif ejakulasi berisiko mengembangkan kanker prostat," ujar Dr Yusro Hadi Maksum, pemimpin penelitian Vasektomi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Terlepas kekhawatiran itu, Dr Yusro justru meyakini bahwa vasektomi justru menjadi metode yang dapat mengurangi risiko kanker prostat. "Pada metode sebelumnya, vasektomi digunakan untuk penyembuhan kelenjar prostat."
Pada orang-orang yang sudah lanjut, berusia sekitar 40 atau 50 tahun, produksi hormon testosteron akan berkurang atau dapat disebut sebagai menopause pada pria. Hal inilah yang mengakibatkan adanya pembengkakkan pada kelenjar prostat.
Kelenjar prostat merupakan cairan yang mengimbangi keluarnya sperma. Jika ejakulasi terus terjadi, maka kerja kelenjar prostat akan semakin berat, dan akan membengkak.
"Agar tidak membebani tubuh, dilakukanlah operasi pengangkatan prostat. Dengan vasektomi, harapannya, hormon testosteron akan tetap ada sehingga tidak berpengaruh," ujar Dr. Yusro.
Lagipula, produksi sperma yang masih terus dilakukan walaupun saluran sperma tersumbat. Karena, sel sperma yang tidak dikeluarkan dalam waktu 3x24 jam, akan dihancurkan oleh tubuh.
Zat-zat yang bermanfaat akan diserap kembali oleh tubuh, sedangkan yang tidak bermanfaat akan dihancurkan. Sehingga, nutrisi pada sperma tidak dibuang percuma dan dapat dimanfaatkan kembali oleh tubuh. Hal itu juga tidak menimbulkan masalah pada kondisi tubuh dan kehidupan seksual pria.
Selain penggunaan kondom, pria bisa menggunakan kontrasepsi permanen dengan vasektomi atau pemotongan saluran sperma.
Banyak pria lebih memilih kondom, karena menganggap vasektomi sebagai hal menakutkan yang merampas hak asasi. Apalagi, rumor yang berkembang menyebut bahwa vasektomi lebih berisiko memicu perkembangan kanker prostat.
Benarkah vasektomi picu kanker prostat? "Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai itu, karena tanpa divasektomi pun, pria yang aktif ejakulasi berisiko mengembangkan kanker prostat," ujar Dr Yusro Hadi Maksum, pemimpin penelitian Vasektomi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Terlepas kekhawatiran itu, Dr Yusro justru meyakini bahwa vasektomi justru menjadi metode yang dapat mengurangi risiko kanker prostat. "Pada metode sebelumnya, vasektomi digunakan untuk penyembuhan kelenjar prostat."
Pada orang-orang yang sudah lanjut, berusia sekitar 40 atau 50 tahun, produksi hormon testosteron akan berkurang atau dapat disebut sebagai menopause pada pria. Hal inilah yang mengakibatkan adanya pembengkakkan pada kelenjar prostat.
Kelenjar prostat merupakan cairan yang mengimbangi keluarnya sperma. Jika ejakulasi terus terjadi, maka kerja kelenjar prostat akan semakin berat, dan akan membengkak.
"Agar tidak membebani tubuh, dilakukanlah operasi pengangkatan prostat. Dengan vasektomi, harapannya, hormon testosteron akan tetap ada sehingga tidak berpengaruh," ujar Dr. Yusro.
Lagipula, produksi sperma yang masih terus dilakukan walaupun saluran sperma tersumbat. Karena, sel sperma yang tidak dikeluarkan dalam waktu 3x24 jam, akan dihancurkan oleh tubuh.
Zat-zat yang bermanfaat akan diserap kembali oleh tubuh, sedangkan yang tidak bermanfaat akan dihancurkan. Sehingga, nutrisi pada sperma tidak dibuang percuma dan dapat dimanfaatkan kembali oleh tubuh. Hal itu juga tidak menimbulkan masalah pada kondisi tubuh dan kehidupan seksual pria.
Post a Comment