Setelah erupsi 26 Oktober 2010, Gunung Merapi sempat tenang sejenak, dan hanya "batuk" ringan. Tapi, bagi Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Dr Surono, tenangnya Merapi itu membuatnya curiga bahwa Merapi seperti menghimpun tenaga.
Kecurigaan Surono terbukti. Gunung Merapi kembali menggeliat dan mengeluarkan letusan lebih hebat dibandingkan erupsi pertamanya, Kamis malam menjelang Jumat dinihari, 5 November 2010. Bahkan, terakhir ini mungkin terdahsyat dalam kurun waktu 100 tahun terakhir.
Sejak erupsi 26 Oktober, sampai Jumat awal November itu, letusan Merapi telah merenggut 109 jiwa. Jumlah korban mungkin masih akan bertambah, mengingat sebagian desa terkena luapan awan panas di radius bahaya Merapi belum seluruhnya kelar disisir tim evakuasi,
Amuk Merapi yang meletus pada Jumat dini hari itu telah membuat warga Yogyakarta panik, terlebih setelah daerah bahaya diperluas menjadi radius 20 kilometer dari kawah Merapi. Yogyakarta disiram derasnya debu vulkanik, yang membuat jarak pandang di Jalan Kaliurang sampai nol meter pada Jumat siang lalu.
Hujan yang mengguyur juga membuat lahar dingin meluncur menuju kota Yogyakarta. Kali Code, dilaporkan meluap melebihi ambang batas. Status Siaga I pun diberlakukan Jumat petang.
Apakah Merapi akan berangsur normal atau justru sedang bersiap memuntahkan energi lebih besar, belum ada jawaban pasti.
Satu diskusi antara para geolog Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) membahas kondisi Merapi ini. Menurut sumber VIVAnews, ada sejumlah kesimpulan menarik yang ditarik dari diskusi tersebut.
Pertama, letusan Merapi saat ini berbeda dengan letusan sebelumnya sejak tahun 1870-an. Letusan sebelumnya berasal dari magma dangkal, dengan kedalaman sekitar 2 kilometer. "Sekarang tipe eksplosif karena kelihatannya berasal dari magma sangat dalam, 6 sampai 10 kilometer," demikian informasi diperoleh VIVAnews.
Situasi juga jadi makin sulit untuk diprediksi setelah peralatan yang masih berfungsi hanya seismometer. Sementara, alat lainnya seperti alat monitoring deformasi (EDM dan tilt meter), alat pencatat gas, dan alat monitoring visual, rusak.
Satu diskusi antara para geolog Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) membahas kondisi Merapi ini. Menurut sumber VIVAnews, ada sejumlah kesimpulan menarik yang ditarik dari diskusi tersebut.
Pertama, letusan Merapi saat ini berbeda dengan letusan sebelumnya sejak tahun 1870-an. Letusan sebelumnya berasal dari magma dangkal, dengan kedalaman sekitar 2 kilometer. "Sekarang tipe eksplosif karena kelihatannya berasal dari magma sangat dalam, 6 sampai 10 kilometer," demikian informasi diperoleh VIVAnews.
Situasi juga jadi makin sulit untuk diprediksi setelah peralatan yang masih berfungsi hanya seismometer. Sementara, alat lainnya seperti alat monitoring deformasi (EDM dan tilt meter), alat pencatat gas, dan alat monitoring visual, rusak.
Bahkan, Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo mengatakan gerakan gunung ini sempat tak bisa diprediksi karena kerusakan satu alat seismograf yang terkena awan panas, atau wedhus gembel.
"Apakah mungkin terjadi letusan yang lebih besar? Jawabannya, data yang ada tidak cukup untuk menjawab hal ini," salah satu geolog mengeluh.
Para geolog was-was karena mereka tak bisa mengetahui berapa besar kantung magma-dalam. Meski begitu, ada cara lain untuk membantu memprediksi letusan selanjutnya, yakni dengan melihat komposisi kimia muntahan materi dari kawah gunung stratovolcano berusia jutaan tahun itu.
"Apakah mungkin terjadi letusan yang lebih besar? Jawabannya, data yang ada tidak cukup untuk menjawab hal ini," salah satu geolog mengeluh.
Para geolog was-was karena mereka tak bisa mengetahui berapa besar kantung magma-dalam. Meski begitu, ada cara lain untuk membantu memprediksi letusan selanjutnya, yakni dengan melihat komposisi kimia muntahan materi dari kawah gunung stratovolcano berusia jutaan tahun itu.
Pengungsi Kembali Mengungsi
Posko utama pengungsian kocar-kacir pasca-letusan Merapi Jumat dinihari itu. Apalagi, radius bahaya diperluas menjadi 20 kilometer. Semua titik pengungsian kembali digeser ke tempat aman lebih aman di kota Yogyakarta.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan posko pengungsian baru adalah Youth Center, kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN). Lalu, stadion olah raga Maguwoharjo, Sleman.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat Dr Syamsul Maarif, menjelaskan saat ini jumlah pengungsi letusan Gunung Merapi sudah mencapai 127 ribu. Rinciannya 27 ribu pengungsi berada di Yogyakarta, dan sekitar 100 ribu berada di Jawa Tengah.
Agar masyarakat bisa mengungsi dengan tenang, Pemerintah bahkan mengucurkan dana 100 miliar untuk membeli semua ternak. Soalnya sejumlah warga masih membandel dan kembali ke lereng gunung Merapi untuk memelihara ternak mereka.
Melihat kondisi Merapi yang serba tak pasti, Presiden SBY mengeluarkan instruksi. Salah satunya, kendali operasi tanggap darurat penanganan bencana mulai hari ini ada di Kepala BNPB. Mekanisme satu komando, kata Presiden, dipakai untuk mengefektifkan kerja tanggap darurat. Dalam tugasnya, Kepala BNPB akan dibantu Gubernur Jateng dan Gubernur DIY, Pangdam Diponegoro, Kapolda DIY, serta Kapolda Jateng.
Selain itu, guna memudahkan koordinasi dan dapat terus memantau kondisi rakyat korban bencana, jika memungkinkan SBY berencana berkantor di sekitar Yogyakarta. Jika tidak, Presiden akan mencari peluang berkantor di Magelang.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat Dr Syamsul Maarif, menjelaskan saat ini jumlah pengungsi letusan Gunung Merapi sudah mencapai 127 ribu. Rinciannya 27 ribu pengungsi berada di Yogyakarta, dan sekitar 100 ribu berada di Jawa Tengah.
Agar masyarakat bisa mengungsi dengan tenang, Pemerintah bahkan mengucurkan dana 100 miliar untuk membeli semua ternak. Soalnya sejumlah warga masih membandel dan kembali ke lereng gunung Merapi untuk memelihara ternak mereka.
Melihat kondisi Merapi yang serba tak pasti, Presiden SBY mengeluarkan instruksi. Salah satunya, kendali operasi tanggap darurat penanganan bencana mulai hari ini ada di Kepala BNPB. Mekanisme satu komando, kata Presiden, dipakai untuk mengefektifkan kerja tanggap darurat. Dalam tugasnya, Kepala BNPB akan dibantu Gubernur Jateng dan Gubernur DIY, Pangdam Diponegoro, Kapolda DIY, serta Kapolda Jateng.
Selain itu, guna memudahkan koordinasi dan dapat terus memantau kondisi rakyat korban bencana, jika memungkinkan SBY berencana berkantor di sekitar Yogyakarta. Jika tidak, Presiden akan mencari peluang berkantor di Magelang.
Post a Comment